Pemerintah Aceh secara resmi menyurati dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni United Nations Development Programme (UNDP) dan UNICEF, untuk ikut terlibat dalam penanganan pascabencana banjir dan longsor di Tanah Rencong. Dua lembaga tersebut dinilai memiliki pengalaman panjang dalam penanganan pascabencana, termasuk saat bencana tsunami 2004 yang melanda Aceh "Secara khusus, Pemerintah Aceh secara resmi juga telah nenyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman penanganan bencana tsunami 2004, seperti UNDP dan UNICEF" ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, Minggu (14/12). Namun, langkah Pemerintah Aceh yang meminta keterlibatan lembaga internasional ini dinilai bertentangan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya menegaskan bahwa Indonesia mampu menangani bencana secara mandiri dan menolak bantuan dari luar negeri. Di satu sisi, Presiden menyampaikan bahwa kapasitas nasional cukup dan situasi terkendali. Namun di sisi lain, gubernur di wilayah yang terdampak bencana justru mengajukan permintaan bantuan kepada organisasi internasional. Perbedaan sikap ini memunculkan kebingungan di tengah publik. Jika pemerintah pusat menyatakan Indonesia mampu, mengapa pemerintah daerah yang langsung menghadapi dampak bencana merasa perlu meminta bantuan dari luar negeri?
Di Samping itu menteri pertahanan menanggapi Pernyataan gubernur aceh
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menanggapi pernyataan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang menyatakan keterbukaan menerima bantuan dari luar negeri untuk penanganan bencana banjir dan longsor di wilayah Aceh. Menhan menegaskan bahwa apa yang disebut bantuan asing oleh Gubernur Aceh bukan merupakan bantuan resmi antarnegara, melainkan lebih bersifat dukungan nonformal atau relawan dari pihak luar. Menurutnya, Indonesia tetap memiliki kapasitas penuh untuk mengatasi bencana secara mandiri. Sjafrie menjelaskan bahwa pemerintah pusat telah menyiapkan berbagai sumber daya, termasuk personel militer, alat berat, bantuan logistik, dan koordinasi dengan pemerintah daerah lain, guna mempercepat pemulihan pascabencana. Bantuan tambahan dari pihak luar, apabila ada, harus tetap berada dalam koordinasi pemerintah pusat agar tidak menimbulkan masalah -kedaulatan atau konflik regulasi. Pernyataan Menhan muncul di tengah perhatian publik yang cukup besar terkait pernyataan gubernur. Beberapa kelompok masyarakat juga mengingatkan perlunya transparansi dalam distribusi bantuan agar logistik sampai dengan tepat sasaran su bantuan internasional menjadi sorotan karena berpotensi menimbulkan kesalahpahaman terkait kedaulatan negara dan kewenangan pemerintah daerah versus pemerintah pusat.
Selain itu, pemerintah pusat terus menyalurkan bantuan logistik dalam negeri, termasuk beras dan kebutuhan pokok lainnya, untuk memastikan masyarakat terdampak bencana tetap terpenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan elemen masyarakat tetap menjadi fokus utama dalam penanggulangan bencana Dengan pernyataan ini, Menhan menekankan bahwa meskipun Gubernur Aceh terbuka menerima bantuan dari luar negeri, Indonesia tetap mengutamakan penanganan bencana dengan kemampuan nasionalnya sendiri, sambil memastikan seluruh bantuan, baik dalam maupun luar negeri, berjalan sesuai prosedur dan di bawah koordinasi pemerintah pusat
Tidak ada komentar