Suamiku baru saja meninggal, tapi kemalangan kembali menimpa diriku. Di malam duka, seseorang masuk ke dalam kamarku dan menodaiku. Aku terkejut karena ternyata dia adalah
Malam duka menjadi malam kelam bagiku. Suamikku baru saja meninggal, tapi tiba-tiba seorang pria masuk <e dalam kamar dan merenggvt kesvcianku secara paksa. Yang membuatku syok ternyata pria itu adalah
************************
'Demi apa pun itu, aku tidak akan melepa skanmu! Nik m ati saja! Malam ini kita akan bersenang-senang!"
Senyum seringai terukir dari kedua sudut bi birnya, Hingga suara tangis dan rntihnku hanya bagai angin lalu saja.
Malam ini, kesvcian dan kehor m atnku hilang di tangan pria yang sama sekali tak kukenal. Hancvr sudah hidupku di malam kedua sepeninggalan Zain,
Siapa pria ini? Kenapa dia bisa ada di rumah ini?
Brak!
Pintu terbuka dengan kasar. Di sana muncul seorang pria yang tak kukenal. Lampu remang-remang membuatku tak bisa mengenali wajahnya dengan jelas.
Seketika tubuh ini bergetar hebat kala pria itu mengu nci pintu, lalu berja lan ke ar ahku dan mengik is jarak di antara kami. Dalam hitungan detik, pria itu sudah berada tepat di hadapanku. Matanya menyala menyorot tajam ke arahku.
"Si-siapa kamu?" tanyaku dengan suara bergetar
Bukannya menjawab, pria itu malah menyentakku.
"Diam!"
Bau alkhol menyeru ak dari mulutnya. la berada dalam pengaruh minu mn. Aku berusaha berlari dan menghindarinya. Namun, pria itu malah mencekal ta nganku dan mendorong tubuh ini dengan kasar hingga ambruk.
Jangan berisik!" bentaknya saat aku mulai terisak.
Bentakannya tak kuindahkan, justru isakan tangis kian menderu. Apalagi, pria itu semakin berbuat gil a.
Aku berusaha berontak, tetapi aku tak bisa lepas dari cengkramannya. Berbagai usaha aku lakukan, tetapi sia-sia.
Suara rntihn dan tangisan seolah menjadi musik indah bagi telinganya
Aku tak tahu apa yang Engkau rencanakan Tuhan? Tetapi kenapa ujianmu datang bertubi-tubi dan terasa perat kujalani. Belum hilang dukaku, kini Kau hadirkan ujian yang mungkin lebih berat dari kehilangan Zain.
Kehilangan kesvcian yang bukan di tangan suami. Melainkan kepada pria be jat yang tak tahu asal usulnya. Kuusap kasar tubuh ini bawah guyuran air shower. Berharap semua no da itu akan hilang. Namun, pada kenyataannya no da itu tak mampu dihapus dengan apa pun. Apalagi dosanya, hubungan di luar pernikahan merupakan perbuatan zì na.
Entah sudah berapa kali tubuh ini kuusap sabun. Berharap na jis dan dosaku malam ini akan luntur dan hilang bersama dengan tetesan air dari tubuhku
'Zain, apa yang harus aku lakukan?"
Tangan mendekap kaki. Menangis di antara kedua lutut. Membayangkan wajah Zain menatap iba padaku saat ini.
Sialnya, malam ini kedua orang tua dan mertua sedang pergi. Abi dan Umi pamit ke pondok untuk menjemput Abah. Pria renta itu ingin berziarah ke makam Zain dan baru akan kembali esok hari. Sedangkan mama menemani papa meeting lalu pulang ke rumah. Mama juga akan kembali besok pagi.
Malam ini, aku terus meratapi nasibku. Bagaimana setelahnya? Mungkinkah pria itu akan bertanggung jawab atau akan pergi begitu saja dan menganggap tak pernah terjadi apa pun di antara kami.
'Kamu harus kuat Dania! Kamu harus bisa!"
Aku bangkit dan segera keluar dari kamar mandi. Sosok pria itu tidur terlelap di rnjng
Kembali aku merasa ji jik dengan tubuhku sendiri. Mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Namun, penyesalan itu tiada arti. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, apa yang telah hilang dari tubuhku tak mungkin bisa kembali lagi.
Gegas aku mengambil mukena, segera melaksanakan salat taubat demi menebus kesalahanku malam ini.
Dalam doaku, air mata terus mengalir hingga aku tak sadar jika aku tertidur dalam keadaan menangis dan dalam balutan mukena setelah selesai salat subuh.
"Dania!"
Suara mama mulai terdengar disayup-sayup pandanganku yang kabur karena belum sepenuhnya sadar. Gegas aku mengambil cadar sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan
Suara mama yang lantang membuat Abi dan Umi datang ke kamar ini. Di mana sosok pria itu masih dalam keadaan tertidur memelvk guling,
'Al!" teriak Abi mendekat lalu menyeret pria itu.
Pria itu terbangun dengan mata tertutup. Berjalan sempoyongan akibat ditarik paksa oleh Abi.
Plak!
Sebuah tamprn mengenai pipi kanan pria itu. la masih terpejam dan belum membuka mata. Hingga akhirnya Abi kembali menmpar berulang kali.
'Pykul terus, Bi!" Pria itu menantang, tersenyum kecut dengan mata terpejam,
Dan yang membuatku terkejut adalah Bi. Pria itu memanggil Abi dengan sebutan Bi juga. Ini apa maksudnya?
Apa jangan-jangan
'Dasar ank kurang aj ar!" Abi membabi-buta, terus memukul pria itu tanpa ampun hingga Umi angkat bicara dan menghentikan perlakuan sang suami.
"Sudah, Bi, cukup!"'
Abi melepaskan cengkraman tangannya. Kemudian menghembuskan napas kasar untuk meluapkan emosinya yang masih membuncah.
"lstighfar, Bi, imbuh Umi mengusap tangan Abi.
"Sudah kan? Aku masih ngantuk," pamitnya membuat Abi kian meradang lalu menarik tubuh pria itu dan menyret hingga ke lantai bawah. Aku pun ikut nengekor bersama mama. Terlihat Abi mendorong pria itu hingga jatuh di sofa.
Pria itu masih acuh tak peduli. Matanya tetap terpejam meski Abi sudah memukul berkali-kali.
Ambilkan air untuk mengguyurnya, Mi!" Perintah Abi, tetapi tidak dituruti oleh Umi. Wanita itu duduk di samping lelaki yang meno d ai ku untuk membujuk.
Al, buka matamu, Nak. Jelaskan pada kami kenapa kamu bisa ada di kamar kakak iparmu?'
Kakak ipar? Jadi dia adik Zain?
Bak disambar petir, kenyataan ini membuatku tercengang, pria bej a t yang merenggvt kesvcianku adalah adik iparku sendiri. Rencana apa ini Tuhan?
Abi menjmbk rambutnya. Meski Umi melotot dan memberi kode agar Abi tidak berbuat kasar, tetapi Abi tetap melakukannya.
'Cukup Umi membelanya. Dia harus bertanggungjawab atas perbuatannya!"
"Buka matamu, Al! Buka! Lihat wanita itu!" Abi menunjuk padaku. "Apa saja yang sudah kamu lakukan terhadapnya hingga matanya sembab seperti itu!"
Aku hanya mencicipinya saja," jawabnya tanpa merasa bersalah sama sekali jika telah merenggvt kesvcianku.
Plak!
Plak!
'Manusia macam apa kamu! Zain, abangmu baru saja meninggal dan kamu merenggvt kehormtan istrinya! Seharusnya kamu menjaga, bukan malah meno d ai!"
Abi mengusap rambutnya dengan kasar. Frustasi dengan kelakuan anaknya
Abi berucap seraya menutup mata. Menandakan kekecewaan yang mendalam terhadap anaknya. Entah dia anak yang keberapa, selama aku menjadi istri Zain aku tak tahu ia berapa bersaudara.
'Cukup, Bi. Jangan berbicara buruk tentang anak kita, ucapan adalah doa.'
"Jika sudah seperti ini, apa yang bisa dilakukan, Umi. Dania masih dalam masa iddah dan Al telah merenggvt kehormtannya!'
Aku menunduk, benar jika aku masih dalam masa iddah. Seharusnya aku bisa menjaga diri, tetapi pada kenyataannya aku malah kehilangan barang berharga dalam diriku.
Terdengar Abi menghela napas lalu berucap, "Al harus nenikahi Dania setelah masa iddahnya selesai!
Seketika aku mendongak dan diikuti oleh pria itu, menatap Abi tak percaya. Menikah setelah masa iddah selesai dengan pria be jat itu?
Entah kejutan apa yang Tuhan rencanakan dalam <ehidupanku setelah ini. Mengarungi bahtera rumah tangga bersama pria yang berbanding terbalik dengan Zain.
Akankah bahagia? Atau justru derita yang kudapat!
NANTIKAN KONTEN MENARIK LAINNYA..
Tidak ada komentar